BULOG – Bersama Mewujudkan Kedaulatan Pangan

Badan Urusan Logistik atau disingkat BULOG merupakan perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik pangan. Ruang lingkup bisnis perusahaan meliputi usaha logistik/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung plastik, usaha angkutan, perdagangan komoditi pangan dan usaha eceran.

Pada Rabu, 24 Mei 2023, mahasiswa Rekayasa Pertanian diberi kesempatan untuk melaksanakan diskusi bersama pihak Perum Bulog yaitu Pak Andrika sebagai Manager Regional 1 yang mengontrol kegiatan Perum Bulog daerah Sumatra, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Diskusi tersebut berfokus pada pengenalan lebih jauh profil Bulog serta peran dan mekanisme Perum Bulog dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Badan Urusan Logistik atau disingkat BULOG merupakan perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik pangan. Ruang lingkup bisnis perusahaan meliputi usaha logistik/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung plastik, usaha angkutan, perdagangan komoditi pangan dan usaha eceran.

  1. Usaha AngkutanPT. Jasa Prima Logistics (atau biasa disingkat JPLogistics) merupakan anak perusahaan dari Perum BULOG yang melakukan usaha dibidang Freight forwarding, Warehousing dan Project Shipment, Jasa logistik dan angkutan serta usaha pendukung lainnya untuk menghasilkan barang dan/jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia untuk mendapatkan keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan tetap menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Dengan berbekal pengalaman menunjang kegiatan BULOG baik untuk pendistribusian beras maupun pengelolaan gudang dan komiditi lainnya, maka memberikan nilai tambah bagi JPlogistics untuk memberikan pelayanan bagi pelanggan di luar perum BULOG.
  2. Penyewaan Aset – Aset yang disewakan oleh pihak Perum BULOG berupa pergudangan, lahan, serta bangunan tinggal guna pengembangan bisnis dan usaha lokal.
  3. Perawatan dan Pengendalian Hama – Prinsip pengelolaan hama gudang terpadu (PHGT) merupakan prinsip utama dalam perawatan komoditas di lingkungan Perum BULOG. PHGT mengedepankan kebersihan gudang, kemudian monitoring pelaksanaan perawatan komoditas dan gudang, lalu kegiatan preventif (spraying) dan kegiatan kuratif pengendalian hama seperti fumigasi apabila terjadi serangan hama. Penyimpanan komoditas beras dan gabah di Perum BULOG dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode konvensional dan metode inkonvensional. Pada metode konvensional, beras dan gabah ditumpuk diatas flonder dengan sistem kunci 5, 7 atau 8 agar menjamin tumpukan tersebut dapat berdiri kokoh dan menjamin keselamatan pekerja di gudang. Metode penyimpanan inkonvensional yang dilakukan Perum BULOG merupakan inovasi teknologi penyimpanan secara hermetik, yaitu teknik CO2 stack dan penggunaan plastik Cocoon. Teknik penyimpanan menggunakan CO2 stack sebetulnya telah diterapkan oleh Perum BULOG secara operasional semenjak tahun 1987. Penggunakan CO2 stack baru dapat dinilai memenuhi ambang batas ekonomi apabila impelementasinya dilakukan selama 9 bulan.
  4. Produk BULOG – Dalam menjalankan fungsi bisnis perdagangan komoditi pangan dan usaha eceran, Perum BULOG mengeluarkan ‘Umbrella Brand’ guna membangun kepercayaan masyarakat terhadap produk yang dikeluarkan oleh Perum BULOG lepas dari persaingan harga pasar, brand yang dikeluarkan adalah ‘BE FOOD’. Strategi branding dinilai efektif untuk tujuan tersebut. Jenis produk yang dikeluarkan oleh Perum BULOG antara lain beras dengan merk dagang ‘Beras Kita’, ‘Fortivit’, ‘Besita’, ‘Nanas Madu’, ‘Caping Emas’, ‘Lereng Ijen’, ‘Al Hambra’, ‘Eunak; gula dengan merk dagang ‘Gula Manis Kita’; daging dengan merk dagang ‘Daging Kita’; terigu dengan merk dagang ‘Terigu Kita’; minyak goreng dengan merk dagang ‘Minyak Goreng Kita’.

“KITA” untuk Masyarakat Indonesia

Sebagai perusahaan yang tetap mengemban tugas publik dari pemerintah, BULOG tetap melakukan kegiatan menjaga Harga Dasar Pembelian untuk gabah, stabilisasi harga khususnya harga pokok, menyalurkan beras untuk bantuan sosial (Bansos) dan pengelolaan stok pangan. Dalam rangka menjamin ketersediaan stok pangan yang cukup terutama beras untuk kebutuhan penyaluran di seluruh wilayah Indonesia dan turut berperan serta dalam usaha memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi sosial masyarakat/lingkungan sekitar, Perum BULOG membuka program kemitraan melalui Mitra Kerja Pengadaan Dalam Negri (MKP/Poktan/Gapoktan), Mitra On Farm, serta yang terbaru Rumah Pangan Kita (RPK). Dijelaskan lebih lanjut bahwa RPK atau Rumah Pangan Kita merupakan  perwujudan warung sederhana yang mengusung konsep bisnis kemitraan di bawah binaan Perum BULOG. Konsep penyelenggaraan RPK adalah diharapkan setiap RW setidaknya membuka satu RPK demi memenuhi kebutuha  bahan pokok masyarakat setempat sesuai dengan tiga pilar ketahanan nasional yaitu : Ketersediaan, Keterjangkauan, dan Stabilitas.

Kemudian, bagaimana cara Perum BULOG menjaga stabilitas harga bahan pokok?

3 Strategi utama dijalankan oleh pihak BULOG yaitu : Penjaminan ketersediaan stok, penyebaran secara merata, serta membangun Brand

Penjaminan Ketersediaan Stok Beras – Dengan kebijakan penyiapan stok Cadangan Beras Pemerintah untuk selalu bisa tersedia bagi masyarakat saat permintaan dan kebutuhan masyarakat naik. Hingga saat ini tercatat jumlah stok beras yang tersimpan di gudang-gudang Bulog seluruh Indonesia sebanyak kurang lebih 350 ribu ton. Kemudian saat panen raya, diberikan insentif bagi petani padi dengan cara memberikan jaminan harga di atas harga keseimbangan (price market clearing) serta membeli beras sebesar HPP terutama saat kelebihan penawaran, beras yang dibeli akan menjadi stok beras cadangan dan dijual saat penawaran rendah.

Penyebaran Secara Merata – Salah satu upaya kebijakan yang dikeluarkan oleh BULOG adalah menjalankan kemitraan RPK(Rumah Pangan Kita) dimana diharapkan setiap RW setidaknya membuka satu RPK demi memenuhi kebutuhan bahan pokok masyarakat setempat.

Branding – Untuk membangun kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap produk yang dikeluarkan oleh BULOG.

Hadapi Tantangan Demi Masyarakat

Pernahkah anda mendengar isu bahwa beras bantuan pemerintah keluaran BULOG berkualitas jelek?

Penipuan yang dilakukan oleh pihak mafia pangan dengan penukaran produk palsu BULOG menjadikan BULOG harus membangun branding kepercayaan masyarakat kembali, bahwa produk yang dikeluarkan oleh pihak BULOG didapatkan dari petani lokal dan berkualitas baik. Salah satunya adalah trategi ‘Umbrella Brand’

Menjaga swasembada pangan di tengah tantangan alam

Dengan kebijakan penyiapan stok Cadangan Beras Pemerintah untuk selalu bisa tersedia bagi masyarakat saat permintaan dan kebutuhan masyarakat naik. Hingga saat ini tercatat jumlah stok beras yang tersimpan di gudang-gudang Bulog seluruh Indonesia sebanyak kurang lebih 350 ribu ton. Kebijakan ini tentu sangat membantu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pangan disaat gagal panen dan supply menjadi sedikit akibat fase El Nino. Meski tetap perlu melakukan impor beras dalam penambahan stok cadangan beras. Hal ini menjadikan kedaulatan pangan masih menjadi ‘PR’ bagi pemerintah.

Teknologi 5G dalam Bidang Pertanian

“5G Siap hadirkan teknologi canggih pada ranah pertanian yang memudahkan petani mengontrol lahan, memantau cuaca, dan kesehatan ternak”

– Novila Nuramalia dalam Whiteboard Journal

Sektor pertanian sebagai pilar penyedia pangan harus dapat memenuhi kebutuhan pangan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Integrasi pertanian dengan perkembangan teknologi serta penerapan otomasi dalam pertanian 4.0 dapat dimanfaatkan untuk melipatkan gandakan hasil produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan. Bagaimanakah teknologi 5G diterapkan di rana pertanian?

Teknologi 5G merupakan generasi baru dari sistem radio dan arsitektur jaringan yang
menghadirkan konektivitas broadband, ultra-robust, low latency yang ekstrim dan
masif untuk manusia serta Internet of Things. Teknologi 5G dikabarkan dapat
menambah kecepatan hingga 100 kali lebih cepat dibanding 4G sehingga dapat membuat
komunikasi setiap perangkat dan server menjadi lebih cepat. Selain itu, teknologi jaringan 5G juga dapat menampung data yang lebih banyak dibanding model jaringan lainnya. Teknologi 5G dipersiapkan untuk menyediakan berbagai layanan untuk perangkat-perangkat jaringan heterogen yang mampu berkomunikasi satu sama lain. Dengan kata lain, Internet of Things (IoT) dan komunikasi Machine to Machine (M2M) berskala besar akan memanfaatkan sistem nirkabel 5G.

Gambar 1. Ilustrasi integrasi beberapa aspek pertanian menggunakan jaringan 5G
(Stefanovic, 2020)

Dalam bidang pertanian, teknologi ini sangat ideal untuk diterapkan karena dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi antara remote, sensor, dan drone. Sensor dan
kecerdasan buatan memungkinkan petani dapat memantau pola cuaca dari jarak jauh, kesehatan ternak, hingga kondisi nutrisi tanah dengan mengambil beberapa data dari siklus alam. Selain itu, teknologi 5G ini dapat terintegrasi secara mandiri dengan
teknologi cloud komputasi yang membuat perlengkapan pertanian lebih efisien. Teknologi 5G juga sangat berperan dalam proses otomasi pada suatu sistem petanian.

Contoh dari penerapan teknologi 5G di bidang pertanian adalah penggunaan aplikasi bernama Me+Moo yang diinisiasi oleh Kerajaan Inggris. Aplikasi ini membantu peternak untuk melakukan pengecekan secara berkala terhadap sapi yang terhubung dengan teknologi kesehatan dan tingkah laku ternak. Sapi-sapi yang terkoneksi dengan ‘kerah’ 5G akan mengirim data ke aplikasi mengenai apa saja yang mereka konsumsi dan bagaimana kondisi saat tidur. Segala informasi tersebut dapat diakses secara praktis oleh peternak melalui aplikasi Me+Moo. Tidak hanya itu, informasi penting tersebut akan diteruskan ke para ahli gizi untuk mendapat dukungan lebih lanjut.

Gambar 2. Sapi-sapi yang dilengkapi dengan ‘kerah’ 5G
(CNN Business, 2019)

Organisasi Pertanian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa memprediksi bahwa bumi akan
mengalami gejolak pertumbuhan populasi. Oleh karena itu, bumi harus mampu memproduksi makanan 70% lebih banyak di tahun 2050 dibandingkan pada tahun 2009. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, petani membutuhkan teknologi baru untuk memproduksi lebih banyak pada lahan yang lebih sedikit, dengan tenaga yg lebih sedikit sehingga sangat diperlukan adanya otomatisasi teknologi.

Pada tahun 2017, muncul sebuah proyek “Hands-Free Hectare” dengan menggunakan teknologi 5G di pedesaan yang mampu menanam, merawat hinga memanen tanaman tanpa campur tangan manusia di lahan. Dari mulai penyebaran bibit menggunakan traktor, drone yang memonitorisasi lahan, penggunaan beberapa perangkat kecil dalam mengambil sample lahan untuk mendeteksi pupuk atau pestisida apa yang harus diaplikasikan pada lahan tersebut.

Teknlogi 5G dipercaya dapat memberikan perubahan besar serta kemajuan pesat dalam ranah pertanian. Penerapan teknologi 5G diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam sistem pertanian serta meningkatkan hasil produksi dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan.

Referensi

Nuramalia, N. 2019. 5G Siap Hadirkan Teknologi Canggih pada Ranah Pertanian. [Online].
https://www.whiteboardjournal.com/ideas/media/5g-siap-hadirkan-teknologi-canggih-
padaranah- pertanian/. Diakses pada 03 Februari pukul 15.00 WIB.
Nurmawiya., Kurniawan, R. 2018. “Analisis Kesiapan Petani Dalam Menghadapi Era
Revolusi Industri 4.0 (Studi Kasus Provinsi Di Yogyakarta)”. Prosiding Seminar
Pembangunan Pertanian III, 165-172.
Pak Tani Digital. 2019. Bagaimana Teknologi 5G Akan Mengubah Ranah Pertanian. [Online].
https://paktanidigital.com/artikel/teknologi-5g-dalam-pertanian/#.YBunOOgzbIW.
Diakses pada 03 Februari pukul 13.00 WIB.
Zulpratita, U. S. 2018. “Kunci Teknologi 5G”. Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi Terapan,
4(2): 166-173.

Sensor Tanah Sebagai Teknologi Pertanian 4.0

” Produksi hasil pertanian di Indonesia masih tergolong rendah, salah satu penyebabnya adalah rusaknya struktur kimia, fisik, dan biologis tanah. “

Tanah yang sudah mengalami kerusakan akan menjadi lahan kritis. Menurut Zain (1988) dalam Rosyada et al (2015), lahan kritis merupakan lahan yang fungsinya tidak efektif lagi untuk lahan pertanian, media penyimpanan air, pelindung alam dan lingkungan akibat terjadi kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis pada tanah. Lahan yang telah mengalami kerusakan sulit untuk mendukung kehidupan di atasnya sehingga tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan optimal.  Berdasarkan data yang dirilis oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan pada tahun 2018, di Indonesia terdapat 14 juta hektar lahan kritis (Statistik KLHK, 2018). Munculnya lahan kritis disebabkan oleh pemanfaatan tanah secara berlebihan, pengelolaan tanah yang salah, dan alih fungsi lahan yang menyebabkan penurunan produktivitas lahan yang akhirnya akan menjadi lahan kritis (Nugroho, 2000). Lahan yang sudah mengalami kerusakan perlu direhabilitasi agar sifat kimia, fisik, dan biologi tanah menjadi produktif. Namun, rehabilitasi lahan memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu yang relatif lama sehingga lebih baik mencegah terjadinya lahan kritis dengan mengelola tanah dengan bijak.

Pengelolaan tanah pertanian yang baik dapat meningkatakan produktivitas pertanian sehingga harus menjaga sifat fisik, kimia, dan biologis sehingga kesuburan tanah terjaga. Salah satu indikator tanah yang subur dapat dilihat dari aktivitas mikroba yang tinggi dalam mengurai zat-zat organik menjadi bentuk yang lebih sedehana dan bersifat koloid (Hardjowigeno et al, 2004). Pengelolaan tanah pertanian dengan cara mekanis (penggunaan traktor dan alat tanah lainya) dan penggunaan pupuk anorganik secara intensif dapat menurunkan kandungan organik dan porositas tanah (Nita et al, 2015). Penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) dapat meningkatkan hasil panen namun penggunaan secara terus menerus dapat memberi dampak negatif seperti pencemaran air dan tanah, mengurangi keanekaragaman hayati, hingga menurunkan hasil produksi pertanian (Setyorini et al, 2004). Hal tersebut terjadi akibat menurunya aktivitas mikroba dan organisme tanah. Sehingga pemberian agrokimia perlu dikaji sesuai dengan kondisi tanah (Saraswati et al, 2004). Salah satu solusi dari permasalahan tersebut yaitu menggunakan sensor tanah untuk mengukur dosis pupuk.

“Penggunaan sensor tanah dapat memberikan informasi mengenai heterogenitas sifat fisik, kimia, dan geospasial dari suatu lahan, sehingga input dapat diminimalkan dengan panen yang tinggi.”

Inovasi sensor tanah dapat membantu petani mendapat informasi untuk pertanian yang lebih presisi. Menurut Burton et al (2020), Penggunaan sensor tanah dapat memberikan informasi mengenai heterogenitas sifat fisik, kimia, dan geospasial dari suatu lahan, sehingga input dapat diminimalkan dengan panen yang tinggi. Di era pertanian presisi, banyak dikembangkan sensor tanah yang dapat mendeteksi pH, Salinitas, Kelembapan, Kandungan organik,  dan yang paling baru dapat mengukur Kandungan N, P, K dari tanah (Burton et al, 2020). Kelebihan sensor tanah adalah mampu memberikan data secara real-time sehingga petani tidak perlu melakukan pengujian di lab. Walaupun akurasi sensor tanah tidak seakurat uji lab, namun, data yang didapat cepat, kontinu, dan biaya yang dikeluarkan cenderung murah (Burton et al, 2020).

Aplikasi sensor tanah pada Precision Farming
(Sumber: www.nec.com/en/press/2014)

Sensor tanah bekerja dengan berbagai jenis sensor optik seperti laser-Induce Breakdown Spectroscopy (LIBS) untuk mendeteksi nutrisi tanah, Vis-NIR untuk pH dan Nutrisi tanah, Vis-MIR untuk Nitrogen, ATR Spec untuk nutrisi tanah, Raman untuk nutrisi tanah, ISE untuk pH dan nutrisi tanah, serta ISFET untuk pH dan nutrisi tanah (Burton et al, 2020; Erler et al, 2020). Secara umum cara kerja sensor-sensor tersebut adalah dengan mengukur nilai absorbansi sampel tanah setelah ditembak cahaya, kemudian nilai absorbansi yang didapat diidentifikasi untuk menentukan kuantitas dari nutrisi tertentu. Berbeda dengan sensor nutrisi tanah, sensor kelembaban tanah terdiri dari dua probe yang kemudian dialiri listrik untuk mengukur resistensi (Husdi, 2018). Pengaplikasian sensor tanah dapat dipadukan dengan IoT dimana data yang didapat dari sensor dapat langsung di unggah menuju cloud server untuk memberikan data secara real-time, yang kemudian dapat diunduh dan diolah. Dengan adanya data mengenai tanah secara real-time petani dapat memberikan pupuk dan penyiraman pada lahan secara presisi.  

Contoh pengaplikasian sensor tanah
(Sumber: Burton et al, 2020)
Konsep cara kerja sensor tanah
(Sumber: Burton et al, 2020)

Menarik sekali kan? Penggunaan sensor tanah tersebut terbukti memiliki berbagai potensi yang dapat membantu bidang pertanian. Maka dari itu, teknologi tersebut perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya disertai peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memadai untuk mendukung peningkatan produktivitas pertanian serta mewujudkan sistem pertanian pintar yang berkelanjutan.

Daftar Pustaka:

Nugroho, S. O. 2000. “Minimalisasi Lahan kritis Melalui Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Konservasi Tanah dan Air Secara Terpadu”. Jurnal Teknologi, 1(1): 73-82.

Statistik Kementerian Liungkungan Hidup dan Kehutanan. 2018. “Luas dan Penyebaran Lahan Kritis Menurut Provinsi (Hektar), 2011-2018”. Online. https://www.bps.go.id/indicator/60/588/1/luas-lahan-kritis-menurut-provinsi-dan-tingkat-kekritisan-lahan.html, Diakses 15 Januari 2021.

Rosyada, M., Prasetyo, Y., dan Haniah, H. 2015. “Penentuan Tingkat Lahan Kritis Menggunakan Metobotan dan Algoritma NDVI (Studi Kasus: Sub DAS Garang Hulu)”. Jurnal Geodesi Undip, 4(1): 85-94.

Nita, C. E., Siswanto, B., dan Wani, H. U. 2015. “Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan ORganik (Blotong dan Abu Ketel) Terhadap Porositas Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Tebu pada Ultisol”. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 2(1): 119-127.

Hardjowigeno, S., Subagyo, H., dan M. Luthfi R. 2004. Tanah Sawah dan Pengelolaanya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Setyorini, D., Widowati, L. R., dan Sri R. 2004.  Tanah Sawah dan Pengelolaanya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Saraswati, R., Prihatini, T., dan Ratih D. H. 2004.  Tanah Sawah dan Pengelolaanya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Burton, L., Jayachandran, K., dan S. Bhansali. 2020. “Review-The Real-Time Revolution for IN Situ Soil Nutrient Sensing”. Journal of The Electrochemical Society, 167(3):1-9.

Erler, A., Riebe, D., Beitz, T., Löhmannsröben, H. G., dan Robin G. 2020. “Soil Nutrien Detection for Precision Agriculture Using Handheld Laser-Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS) and Multivariate Regression Methods (PLSR, Lasso and GPR)”. Sensors, 418(20): 3-17.

Husdi. 2018. “Monitoring Kelembaban Tanah Pertanian Menggunakan Soil Moisture Sensor FC-28 dan Arduino Uno”. Ilkom Jurnal Ilmiah, 10(2): 327-243.

Pertanian 4.0: Precision Irrigation for Better Future

Pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan air irigasi akan terus meningkat seiring meningkatnya proses produksi pangan, demi memenuhi kebutuhan hidup manusia. Memang, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya air yang melimpah sehingga tidak perlu khawatir akan kehabisan air. Namun, sumber daya air yang melimpah tersebut masih belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Hanya 20% sumber daya air yang sudah dimanfaatkan di Indonesia, dengan 80% untuk air irigasi dan sisanya untuk air baku rumah tangga, kota, dan industri. Precision irrigation merupakan suatu bahasan yang dewasa ini sudah banyak diterapkan di kalangan masyarakat di negara maju. Precision irrigation bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya air yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman agar air dunia tidak mengalami kelangkaan dan dapat terus digunakan hingga anak cucu kita kelak.

Gambar 1. Irigasi Lahan Pertanian 
(Sumber: agritechtomorrow.com)

Dewasa ini penerapan Internet of Things (IoT) mulai memiliki dampak pada sektor industri, salah satunya industri pertanian. Penerapan IoT ini bertujuan untuk mengurangi inefisiensi pada penggunaan sumber daya alam, misalnya air. IoT menawarkan berbagai kemampuan, mulai dari dasar infrastruktur komunikasi (digunakan untuk menghubungkan objek pintar – dari sensor dan kendaraan misalnya ke perangkat seluler pengguna menggunakan internet), berbagai layanan seperti akuisisi data jarak jauh , analisis informasi berbasis cloud, hingga otomasi sistem pertanian.

Penerapan IoT dalam sektor pertanian menjunjung tinggi prinsip pertanian presisi, yaitu manajemen pertanian berdasarkan pengamatan, pengukuran, dan respon berbagai variabel pertanian. Pertanian presisi atau precision farming bertujuan untuk mengoptimalkan input dan medapatkan hasil yang maksimal melalui pemanfaatan data lingkungan pertanian. Salah satu metode yang diterapkan dalam precision farming yaitu WSN (Wireless Sensor Networks). WSN merupakan salah satu jaringan nirkabel (wireless) yang berfungsi untuk menghubungkan antar node. WSN sendiri terdiri dari berbagai macam node yang tersebar pada suatu lokasi tertentu. Node sensor WSN memiliki kemampuan penginderaan dan kemampuan komputerisasi yang dapat merasakan parameter fisik, kemudian mengirimkan data yang dikumpulkan ke lokasi pusat menggunakan teknologi komunikasi nirkabel. Penerapan WSN dalam bidang pertanian diantaranya yaitu untuk melakukan monitoring suhu, kelembaban, dan kadar pH.
Gambar 2. Model WSN untuk Aplikasi Irigasi Presisi
(Sumber: researchgate.net)

Irigasi Presisi merupakan salah satu bagian dari pertanian presisi yang dapat menerapkan WSN. Dalam pengaplikasian WSN untuk irigasi presisi, WSN dapat mengkontrol melalui perangkat lunak berbasis IOS/Android dan juga dapat memonitor level irigasi. WSN dapat mengukur kuantitas air tanah melalui node yang ditempatkan di dekat perakaran tanaman. Setelah itu, hasil pengukuran WSN akan dikirimkan ke base station secara periodik. Base station merupakan sebuah infrastruktur yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antar perangkat komunikasi. Selanjutnya data akan diolah dan dimanfaatkan lebih lanjut untuk pengoperasian berikutnya.

Gambar 3. Smart Irrigation
(Sumber: radiocrafts.com)

Pada sistem irigasi berbasis WSN, data yang diperoleh dari lapangan akan dimanfaatkan untuk perhitungan kebutuhan air tanaman. Jumlah kebutuhan air yang akan digunakan dikalkulasikan seakurat mungkin dan tanaman akan diberikan sesuai dengan kebutuhannya agar dapat tumbuh secara optimal. Melalui metode WSN, petani dimudahkan karena dapat mengatur dan mengontrol level irigasi melalui perangkat lunak berbasis IOS/Android sehingga pemberian air lebih presisi dan efektif dalam memanfaatkan penggunaan sumber daya air.

REFERENSI

Firmansyah, A. 2016. Wireless Sensor Network untuk Mendukung Penerapan Sistem Pertanian Presisi pada Sistem Produksi Pertanian. [Online] http://smart-farming.tp.ugm.ac.id/2018/10/16/wireless-sensor-network-untuk-mendukung-penerapan-sistem-pertanian-presisi-pada-sistem-produksi-pertanian/. Diakses pada 17 Januari 2021. 

Işık, M. F., Sönmez, Y., Yılmaz, C., Özdemir, V., dan Yılmaz, E. N. 2017. “Precision Irrigation System (PIS) Using Sensor Network Technology Integrated with IOS/Android Application”. Applied Sciences, 7, 891: 1-14. 

Sutrisno, N. dan Hamdani, A. 2020. “Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Meningkatkan Produksi Pertanian”. Jurnal Sumberdaya Lahan, 13(2): 73-88.

Tarmidi, Taqwa, A., dan Handayani, A. S. 2019. Penerapan Wireless Sensor Network sebagai Monitoring Lingkungan Berbasis Android. Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi Industri (SENIATI) 2019: 224-230. Malang, 2 Februari 2019: Universitas Brawijaya.

Teknologi Data Dalam Bidang Pertanian

Seiring dengan meningkatnya perkembangan teknologi sensori, jumlah data pertanian yang dihasilkan dan perlu dianalisis pun meningkat. Data-data seperti temperatur, kelembaban udara, intensitas matahari, dan lain-lain diakuisisi secara real time sehingga perlu penanganan khusus dalam pengolahan serta analisa data.

Smart Farming merupakan suatu pengembangan metode pertanian yang memanfaatkan Internet of Things (IoT) dan Cloud Computing, dimana data yang diakuisisi dianalisis dan dijadikan landasan dalam sistem pengambilan keputusan secara real time. Pengembangan smart farming tak lepas dari teknologi Big Data. 

Apa itu Big Data?

Big Data menurut Michael Cox dan David Elisworth dalam bukunya yang berjudul Application controlled demand paging for out-of-core visualization (1997) menyatakan bahwa “Visualization provides an interesting challenge for computer systems: data sets are generally quite large, taxing the capacities of main memory, local disk, and even remote disk. We call this the problem of big data” (Narendra, 2015). Berdasarkan pernyataan tersebut,

BIG DATA merupakan kumpulan data yang memiliki ukuran besar dan melebihi kapasitas dari perangkat lunak basis data untuk mengelola dan menganalisanya (Prakarsa dan Subardono, 2017).

Dalam big data terdapat pertumbuhan data dan informasi yang kecepatan variasinya sangat besar. Big data memiliki 3 (tiga) karakteristik yang dikenal dengan sebutan 3V yaitu (1) volume, (2) velositas (kecepatan data mengalir), dan (3) varietas (keberagaman data) dan seiring berjalannya waktu karakteristiknya bertambah menjadi 4V dengan V yang terakhir adalah (4) value. Value berkaitan dengan nilai dan kegunaan dari data yang telah tersedia (Narendra, 2015).

Lalu apa keguanaan Big Data dalam bidang pertanian?

Analisis Big Data memungkinkan mesin (komputer) untuk mempelajari data yang didapat melalui algoritma machine learning ataupun deep learning untuk pengambilan keputusan. Analisis Big Data ini tidak hanya digunakan untuk menganalisis aspek teknis dari sistem pertanian, namun juga dapat dikembangkan untuk menganalisis aspek sosio ekonomi dari sistem pertanian.

Data chain merupakan serangkaian aktivitas mulai dari pengambilan data hingga pengambilan keputusan dan data marketing. Data chain mencakup segala aktivitas yang dibutuhkan untuk mengelola data untuk manajemen lahan pertanian. Pemrosesan data melalui tahapan data chain ditujukan agar pengelolaan data yang besar dapat dilakukan secara sistematis dan bertahap sehingga hasil analisis dapat membantu proses pengambilan keputusan.

Gambar 1. Data Chain dalam aplikasi Big Data

Teknologi Big Data dalam Pertanian

Petani merupakan ujung tombak pembangunan pertanian yang memiliki peran sangat penting bagi keberlangsungan pertanian. Berbagai teknologi pertanian yang ada, tidak akan bermanfaat apabila petani tidak menggunakannya. Dengan Big Data petani dapat memiliki data terperinci mulai dari kondisi lingkungan, kondisi tanah, hasil panen, hingga harga komoditas pertanian. Teknologi Big Data diharapkan dapat menjadikan pertanian lebih maju dengan membantu petani dalam mengambil keputusan yang tepat dari data yang telah dianalisis.

Analisis Big Data memiliki manfaat dalam bidang pertanian dengan memberikan gambaran dan prediksi dari data yang telah didapatkan, seperti prediksi hasil panen, model kebutuhan pakan ternak, dll. Analisis big data juga dapat melaksanakan operasi perangkat melalu IoT secara real time, serta membantu dalam penyusunan ulang model bisnis yang lebih efektif, efisien, serta inovatif.

Gambar 2. Manajemen Data dalam Sistem Smart Farming

Peluang dan Tantangan di Masa Depan

Di era ini, perjalanan berkembangnya teknologi data menimbulkan berbagai isu dan resiko. Tantangan dalam big data mencakup masalah heterogenitas dan ketidaklengkapan, skala data, dan ketepatan waktu. Masalah lain yang juga muncul di antaranya kurangnya struktur, penanganan kesalahan, visualisasi, serta privasi. Beberapa resiko yang dimiliki big data yaitu:

  • Data Security(keamanan data),
  • Data Privacy (privasi data sensitif),
  • Cost(biaya pengumpulan data),
  • Bad Analytics (salah menafsirkan data), dan
  • Bad Data (data tidak relevan atau keliru) (Syafira dan Irwansyah, 2018).

Secara umum, teknologi data juga menimbulkan isu keberlanjutan dari integrasi sumber data, semakin banyak sumber data yang digunakan maka akan semakin sulit pula untuk mengintegrasikan data-data tersebut. Sehingga menjadi tantangan untuk keberlanjutannya dalam jangka panjang. Isu lainnya yaitu keterbukaan platform yang dapat membuka pintu bagi pengembangan solusi dan inovasi di tingkat petani. Pemberdayaan petani melalui penetrasi teknologi menjadi suatu tantangan besar yang harus dihadapi.

Data merupakan sumber kekuatan dalam pengambilan keputusan. Dalam bidang pertanian, aplikasi teknologi data sangat menjanjikan di masa yang akan datang. Meskipun saat ini masih dalam proses pengembangan dan terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi, semoga teknologi ini dapat segera diterapkan dan dirasakan manfaatnya oleh para petani.

Nah, menarik sekali kan! Bayangkan jika pertanian dan segala aspeknya dapat ditinjau tanpa perlu melakukan analisis data satu-persatu secara manual. Tentunya pengambilan keputusan oleh petani mengenai apa yang akan dilakukan terhadap sistem pertaniannya kemudian akan lebih terarah, berdasar, dan sesuai dengan data sehingga lebih akurat. Maka dari itu, dalam menyongsong Pertanian 4.0, pengetahuan dan penguasaan petani milenial dalam Big Data bukan lagi hanya pilihan, melainkan menjadi suatu keharusan.

Referensi:

Narendra, A. P. 2015. “Data Besar, Data Analisis, dan Pengembangan Kompetensi Pustakawan”. Record and Library Journal. 1(2): 83-93.

Prakarsa, B., dan Subardono, A. 2017. “Implementasi Big Data Pada Data Transaksi Tiket Elektronik Bus Rapid Transit (BRT)”. CITEE, 370-376.

Syafrina, A. E., dan Irwansyah. 2018. “Ancaman Privasi Dalam Big Data”. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 22(2): 132-143.

Wolfert,S., Ge, L., Verdouw, C., dan Bogaardt, M. J. 2017. “Big Data in Smart Farming – A Review”.  Agricultural Systems, 153(1): 69-80.

Pertanian 4.0: GIS, Kunci Keberhasilan Industri Pertanian Masa Kini

Indonesia merupakan negara agraris

Kalimat diatas merupakan kalimat yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Ya, Indonesia memang dikenal dengan negara agraris karena sebagian besar mata pencaharian penduduknya merupakan petani hingga nelayan. Pembangunan sektor pertanian di Indonesia bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, penunjang perekonomian, dan ketahanan pangan nasional. Namun, sebagian besar petani Indonesia masih menggunakan cara atau metode tradisional dalam mengelola lahan pertanian sehingga hasil yang diperoleh pun hanya mencukupi skala rumah tangga dan belum optimal untuk dipasarkan dalam skala besar.

Perkembangan teknologi dan kemajuan zaman membuat para ahli dan para peneliti membuat suatu terobosan baru untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

Sistem Informasi Geospasial merupakan suatu sistem atau sekumpulan objek, ide yang saling berhubungan (inter-relasi) yang bertujuan dan bersasaran untuk menampilkan informasi geografis sehingga dapat menjadi suatu teknologi perangkat lunak  sebagai alat bantu untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, analisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan keruangan (Munir, 2012).

Sistem Informasi Geospasial atau biasa disebut dengan SIG/GIS mampu menampilkan pemetaan lahan dan pengaplikasiannya dapat digunakan untuk merekayasa sistem pertanian, baik dari aspek lahan hingga mengoptimalkan hasil produksi pertanian. Software yang biasa digunakan untuk analisis SIG yaitu ArcGIS dan Google MyMaps.

ArcGIS merupakan software yang dikembangkan oleh ESRI (Environmental System Research Institute) yang terdiri dari beberapa software bawaan lain seperti Desktop GIS, Server GIS, Online GIS, ESRI Data, dan Mobile GIS. Menurut Bappeda (2013), ArcGIS Desktop terdiri dari beberapa software yaitu:

  • ArcMap, berfungsi untuk mengolah, menampilkan, memilih, editing, composing, dan publishing peta
  • ArcCatalog, berfungsi untuk mengatur data spasial yang digunakan dalam pekerjaan SIG, beberapa tools yang terdapat dalam ArcCatalog diantaranya browsing, organizing, distribution, dan documentation data SIG.
  • ArcGlobe, berfungsi untuk menampilkan peta secara 3D ke dalam globe yang dihubungkan dengan internet.
  • ArcScene, berfungsi untuk mengolah dan menampilkan peta ke dalam bentuk 3D.
  • ArcToolBox, berfungsi sebagai tools dalam melakukan analisis keruangan
Sumber: https://desktop.arcgis.com/en/arcmap/10.3/main/map/mapping-and-visualization-in-arcgis-for-desktop.htm

Google MyMaps merupakan alat yang dapat membantu untuk membuat dan mengedit peta khusus dari ponsel Android dengan aplikasi Google My Maps ataupun melalui website. Fungsi dari Google My Maps diantaranya yaitu membuat peta baru atau mengedit peta yang telah dibuat di web atau perangkat lain, menelusuri tempat dan disimpan ke peta pada akun tersebut, menambahkan titik pada lokasi Anda saat ini atau tempat lainnya di dunia, mendapatkan petunjuk arah dan navigasikan ke tempat tersimpan di peta yang telah dibuat.

Sumber: https://www.storybench.org/how-to-map-with-google-my-maps/
Sebagai Negara Agraris, sektor pertanian dalam Indonesia dituntut untuk berperan lebih dalam menyediakan bahan sandang, pangan, dan papan bagi masyarakat guna memenuhi kebutuhannya. Selain itu, sektor pertanian juga dituntut untuk dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan juga meningkatkan pendapatan masyarakat agar masyarakat dapat terhindar dari garis kemiskinan. Oleh karena itu, dewasa ini mulai banyak digunakan GIS sebagai salah satu tools untuk menjadikan sektor pertanian lebih maju dari sebelumnya sehingga Indonesia dapat menghadapi Era Revolusi 4.0 dunia.
http://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi/buletin/53-buletin-nomor-6-tahun-2012/252-peranan-geographic-information-system-gis-dalam-perencanaan-pengembangan-pertanian

Aplikasi GIS pada bidang pertanian dapat digunakan pada bidang perencanaan, diantaranya:

(1) Perencanaan Pengelola Produksi Tanaman, GIS dapat digunakan untuk membantu perencanaan pengelolaan sumberdaya pertanian dan perkebunan seperti luas kawasan untuk budidaya dan saluran air, menetapkan masa panen, mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap kerusakan tanah yang terjadi;

(2) Perencanaan Pengelola Sistem Irigasi, GIS dapat digunakan untuk membantu perencanaan irigasi pada tanah-tanah pertanian. GIS dapat membantu perencanaan kapasitas sistem, katup-katup, efisiensi, serta perencanaan distribusi menyeluruh dari air di dalam sistem. Selain itu, GIS juga dapat digunakan untuk memetakan hasil produksi, pengendalian hama dan penyakit, serta penetapan masa panen dan luas panen.

Kesimpulan:

Sistem Informasi Geospasial merupakan suatu sistem informasi khusus yang berfungsi untuk mengelola data yang memiliki informasi spasial. Pemanfaatan teknologi GIS dapalam bidang pertanian dapat mempermudah petani dan pemerintah untuk mengolah lahan secara efektif dan terperinci sesuai dengan potensi optimal lahan tersebut. Selain itu, penerapan GIS juga dapat mempermudah petani dalam menentukan masa panen dan luas panen komoditas yang ia tanam sehingga profit yang akan ia dapatkan dapat di estimasi. Contoh tools yang dapat digunakan yaitu ArcGIS dan MyMaps untuk menganalisis kesesuaian lahan pertanian dengan metode skoring berdasarkan parameter-parameter yang telah ditentukan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • Bappeda. (2013). Pengantar ArcGIS. [Online] https://bappeda.ntbprov.go.id/wp-
    content/uploads/2013/09/Bab02_PengantarArcGIS10.pdf . Diakses pada 26 November 2020
  • Herniwati. (2018). Peranan Geographic Information System (GIS) Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian. [Online] Website: http://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi/buletin/53-buletin-nomor-6-tahun-2012/252-peranan-geographic-information-system-gis-dalam-perencanaan-pengembangan-pertanian. Diakses pada tanggal 5 Januari 2021.
  • Munir, A. Q. (2012). Implementasi Sistem Informasi Geografis Penentuan Jalur Jalan Optimum Kodya Yogyakarta Mengunakan Algoritma Dijkstra. Jurnal Teknologi Informasi, 7(20): 33-50.

Pertanian 4.0: Membangun Usaha Pertanian Masa Kini

Dunia saat ini telah memasuki era revolusi industri yang ke-4 atau disebut juga Industri 4.0. Begitu juga dengan sektor pertanian yang mulai memasuki era Pertanian 4.0. Oleh sebab itu, sektor pertanian perlu beradaptasi untuk menjawab tantangan masa depan dengan menggenjot produktivitas pertanian. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membangun bisnis berbasis pertanian.

            Usaha bisnis berbasis pertanian belakangan ini bermunculan di Indonesia. Peristiwa ini dapat terjadi karena kehadiran usaha pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan nasional, khususnya dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil tani, menjamin ketahanan dan keamanan pangan. Sektor pertanian di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa karena memiliki sumber daya alam yang mendukung serta tingkat konsumsi bahan pangan hasil pertanian yang terus-menerus meningkat seiring berjalannya waktu.

            Bagaimanapun juga, merintis bisnis pertanian bukanlah hal yang mudah. Buktinya, banyak perusahaan pertanian ‘masa lalu’ yang gagal beradaptasi dengan cara bisnis kekinian dan mengalami kerugian. Namun, ada juga perusahaan-perusahaan berbasis pertanian yang berhasil merintis bisnis pertanian masa kini dengan implementasi Pertanian 4.0. Kami akan mengajak anda untuk memahami lebih dalam apa yang dibutuhkan bagi bisnis-bisnis pertanian ini untuk bisa survive dengan bisnis kekinian.

Di era Pertanian 4.0 ini, mari kita simak beberapa karakteristik perusahaan yang mampu bertahan dengan cara bisnis kekinian:

1. Manajemen Perusahaan

Manajemen Perusahaan adalah proses dalam membuat suatu perencanaan, penyusunan, pengendalian serta memimpin operasi perusahaan dengan menggunakan seluruh sumberdaya untuk mencapai tujuan perusahaan. Manajemen perusahaan tidak lepas dari fungsi-fungsi manajemen yang meliputi fungsi Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pengendalian (Controlling), Pengarahan (Dirrecting).

2. Membentuk Team Perusahaan

            Menentukan posisi-posisi yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan perusahaan. Dalam menentukan posisi, masing-masing bagian sebaiknya diisi oleh personel yang kompeten dan cakap di bidangnya. Team perusahaan juga harus memiliki budaya kerja yang telah ditentukan Bersama-sama sebagai salah satu acuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di perusahaan.

3. Pandai Melihat Peluang Pertanian Masa Kini / Tren Market

            Sebuah perusahaan di bidang pertanian harus sigap dan up to date mengenai perkembangan pasar pertanian. Hal ini dapat dicapai dengan memantau data-data actual dan factual seputar produk pertanian, kebutuhan akan sayur mayur, pertambahan penduduk, dan persaingan produk local dengan produk luar negri.

4. Menyesuaikan Usaha Pertanian dengan Kondisi Pasar

            Salah satu bentuk adaptasi terhadap pertanian 4.0 adalah bagaimana mengolah produk pertanian agar sesuai dengan kondisi pasar. Hal ini dapat dicapai melalui marketing berbasis iptek dan internet. Selain itu, perusahaan harus proaktif dalam memproduksi produk turunan dan menjaga lingkungan lahan pertanian agar mendapat produk yang terdiversifikasi.

5. Memasarkan Produk Pertanian ke Supermarket

            Supermarket merupakan salah satu target market yang sangat potensial sebab pola konsumsi masyarakat saat ini seringkali menggunakan supermarket sebagai sarana belanja. Agar dapat bersaing di supermarket maka produk harus dikemas secara menarik. Armada pengiriman juga hal yang harus disiapkan agar supermarket mendapat supply yang konstan.

Membangun Start-up di Bidang Pertanian

Startup merupakan istilah perusahaan bisnis pemula yang bekerja untuk memecahkan masalah dimana solusinya tidak jelas dan kesuksesannya tidak dijamin. Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia banyak permasalahan pada sektor pertanian. Hal ini membuka peluang yang besar bagi startup untuk memecahkan persoalan tersebut. Oleh karena itu perlu untuk bisnis startup ini digalakkan di Indonesia, khususnya pada sektor pertanian.

            Merintis start-up dapat dimulai dengan prinsip POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Planning dimulai dengan analisis SWOT, kemudian menemukan ide dan alasan dibalik bisnis yang nantinya akan menjadi visi dan misi perusahaaan. Kemudian, organizing menuntut bisnis untuk menempatkan invididu dan sumber daya fisik lain dalam upaya menerjemahkan rencana ke dalam suatu aksi yang nyata. Proses ini menghasilkan pembagian divisi dengan jobdesc tertentu. Selanjutnya, actuating atau aktualisasi merupakan implementasi rencana dalam bentuk aksi dengan rencana matang dilengkapi oleh SOP yang sudah ditetapkan. Tahap aktualisasi menuntut setiap anggota perusahaan untuk berkolaborasi. Terakhir, controlling yaitu memastikan alur kerja bisnis akan sesuai rencana, hal ini dilakukan supaya aktivitas bisnis tetap eksis dan berjalan lainnya[1]

                    Tidak tertinggal juga kemampuan manajemen diperlukan dalam merintnis start-up. terdapat lima unsur manajemen (5M) saling terikat satu dengan yang lain yang mana dapat diaplikasikan pada startup, yaitu:

  1.  Man: Keterlibatan manusia sebagai penggerak yang memiliki peranan, pikiran, harapan serta gagasan.
  2. Money: Dana yang memadai.
  3. Material: Benda atau bahan mentah yang dibutuhkan dalam membuat sesuatu.
  4. Machines: Mesin kerja yang digunakan dalam proses produksi.
  5. Method: Prosedur, cara kerja yang ditetapkan oleh sebuah organisasi.

Terdapat pula beberapa metode dan gagasan yang mampu membantu perusahaaan start-up dalam memulai bisnisnya khususnya di era Pertanian 4.0, diantaranya:

  1. Digital Marketing

            Digital marketing merupakan salah satu metode komunikasi pemasaran yang memudahkan pebisnis untuk memantau dan menyediakan kebutuhan konsumennya agar konsumen dapat dengan lebih leluasa mencari dan memperoleh informasi produk yang dibutuhkan atau diinginkan[2]

            Penulisan naskah dalam memasarkan produk merupakan aspek yang penting dalam digital marketing. Seni penulisan naskah secara efektif disebut dengan copy writing. Konsep dasar yang mula-mula perlu diterapkan pada copy writing yaitu ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). Amati yaitu pengamatan terhadap jenis tulisan yang digunakan kompetitor. Pengamatan mencakup produk, strategi pemasaran, dan lainnya. Tiru berarti mencari kelebihan, kekurangan, peluang, dan ancaman dari kompetitor untuk dijadikan bahan referensi. Modifikasi berarti memodifikasi konsep yang telah diperoleh dari kedua tahap sebelumnya[2].

            Ada beberapa tahapan dari copy writing perlu dipahami. Pertama, riset mengenali kompetitor dan diri sendiri. Kedua, perumusan masalah yaitu menerapkan hasil riset dengan memadukan gaya perusahaan sehingga adanya originalitas. Ketiga, pengembangan naskah, yakni naskah harus mengandung elemen yang ingin diterapkan. Headline yang digunakan harus mengandung 5W + 1H. Keempat, memperluas topik pembahasan.  Ada 4 cara untuk megembangkan topik yaitu eksplorasi kemampuan, bercerita, memancing imajinasi, dan menggunakan kata-kata autentik[2].

2. Metode OKR (Objective and Key Results)

            Dalam mengukur performa kerja, objectives and key results atau OKR adalah satu cara yang saat ini marak digunakan. Tools ini menggambarkan tujuan tim dan perusahaan serta sejauh mana tujuan tersebut telah tercapai. Objectives bersifat kualitatif, sedangkan key results bersifat kuantitatif dan setidaknya berjumlah 3 buah. Objektif / tujuan yang dibuat harus kualitatif, inspirasional, time-bound, serta dapat dikerjakan secara independen oleh perusahaan. Key results berupa kuantifikasi dari objektif yang telah dibuat sebelumnya agar key results yang dibuat dapat memastikan objektif terpenuhi dengan baik[3].

[1] Trustvation. (2020, Oktober 8). Memahami kaitan POAC dalam Manajemen Bisnis.[Online]: Diambil dari https://trusvation.com/memahami-kaitan-poac-dalam-manajemen-bisnis/

[2] Martin, D. (2020). Seni Penulisan Efektif untuk Digital Marketing : Bagaimana Kata-kata yang Tepat Dapat Meningkatkan Penjualan & Brand Kamu. Asosiasi Digital Marketing Indonesia.

[3] Wodtke, C. (2016). Introduction to OKRs. O’Reilly Media.

Internet of Things (IoT) dalam Industri Pertanian 4.0

Memasuki era industri 4.0, tanpa disadari tentunya IoT sudah bukan suatu hal yang asing lagi bagi kita. Internet of Things atau sering disebut IoT adalah sebuah gagasan dimana objek tertentu mempunyai kemampuan untuk dapat berkomunikasi satu dengan yang lain sebagai bagian dari satu kesatuan sistem terpadu menggunakan jaringan internet sebagai penghubung tanpa memerlukan adanya interaksi dari manusia ke manusia ataupun dari manusia ke perangkat komputer[1]. Dalam konsep IoT, berbagai perangkat dapat saling terhubung melalui internet. Teknologi ini dapat memudahkan dalam pengintegrasian perangkat-perangkat yang digunakan dalam seluruh bidang, termasuk pertanian.

Manfaat IoT

Berikut merupakan manfaat yang dapat diperoleh melalui penerapan IoT:

  1. Konektivitas. Melalui IoT, kita dapat mengoperasikan banyak hal dari satu perangkat misalnya smartphone.
  2. Efisiensi. Dengan peningkatan konektivitas, terdapat penurunan jumlah waktu yang biasanya dihabiskan untuk melakukan tugas yang sama.
  3. Kemudahan. Dengan penerapan IoT, tidak perlu mengoperasikan suatu perangkat secara manual serta dapat mempermudah suatu aktivitas.[2] 

Setelah mengetahui manfaat dari IoT, penerapan IoT seperti apa ya yang dapat diaplikasikan ke bidang pertanian? Berikut kami paparkan beberapa penerapan IoT dalam bidang pertanian:

Precision Farming dengan Sensor Pertanian Terintegrasi

Precision farming merupakan konsep pertanian dengan keakuratan sesuai kondisi lapangan. Penerapan Precision farming dengan sensor yang terhubung IoT dapat memaksimalkan akurasi dikarenakan data yang didapat secara real time. Konsep precision farming telah diterapkan di daerah Sukabumi pada tahun 2019. Program ini didirikan Mitra Sejahtera Bangsa (MSMB) dengan bantuan Asian Development Bank dan Bappenas. Pengaplikasian ini menggunakan 20 sensor (diantaranya sensor tanah, cuaca, dan debit air) yang terhubung dengan internet.

Agricultural Drone

Penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan drone merupakan inovasi yang sudah mulai sering digunakan. Menurut Putranto dan Dini (2018)[3], Sistem drone berfungsi sebagai pemetaan kondisi pertanian (irigasi, kondisi tanaman, pelacakan hewan), dan sebagai penyemprot pestisida maupun pupuk. Penggunaan drone dapat meningkatkan presisi penyemprotan dan pemetaan serta menghemat waktu karena petani tidak perlu langsung turun ke lapangan.

Smart Greenhouse

Tanaman yang ditanaman di rumah kaca bertujuan agar dapat terisolasi dari lingkungan luar sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pengaplikasian sensor ini dapat membantu menjaga lingkungan greenhouse mendukung pertumbuhan tanaman. Sensor lingkungan (suhu, kelembaban ruangan dan tanah, intensitas cahaya ) yang terhubung dengan internet dapat menyediakan data real time sehingga akan memudahkan perawatan[4].

Penerapan IoT dalam pertanian ternyata sangat menarik bukan? Dilihat secara keseluruhan, penerapan IoT dalam pertanian ini ternyata sangat membantu terutama dalam hal perawatan agar tanaman pertanian dapat tetap terjaga kualitasnya sehingga dapat menghasilkan hasil pertanian yang efektif. Namun di Indonesia sendiri penggunaan IoT masih memiliki pro dan kontra seperti di bawah ini:

Pro :

  • Praktis, cukup dengan satu sistem kendali, banyak aspek dapat dikendalikan seperti suhu, kelembaban, pemberian air, dll.
  • Dapat meningkatkan efisiensi produksi
  • Pertumbuhan dan produksi tanaman dapat dipantau secara real time
  • Memudahkan dalam perawatan tanaman.

Kontra :

  • Petani sulit merubah kebiasaan lama. Terbiasa dengan pola budidaya konvensional
  • Memerlukan modal awal yang besar
  • Butuh pelatihan penggunaan teknologi kepada petani
  • Adanya stigma bahwa pekerjaan petani akan digantikan mesin, sehingga petani merasa takut terhadap perubahan teknologi.

Berdasarkan pro dan kontra di atas terkait penggunaan IoT dalam pertanian, maka kita perlu membuat stratetegi penting agar kedepannya kita dapat mengembangkan dan memaksimalkan potensi pertanian dengan IoT. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Perlu penerapan multidisiplin ilmu
  • Regenerasi petani muda yang paham teknologi
  • Membangun komunikasi yang baik dengan para petani
  • Pembuatan Pilot Project, sehingga dapat memberikan contoh penerapan IoT yang sukses.

Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan teknologi tak dapat terelakkan dan akan selalu menjadi bagian dari kehidupan. Sudah saatnya bagi calon perekayasa pertanian untuk mulai bergerak, mengamati keadaan pertanian saat ini, berinovasi serta terus mengembangkan potensi pertanian Indonesia yang dimiliki. Sekarang saatnya petani muda yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik demi memajukan pertanian Indonesia.


[1] Wilianto, W., & Kurniawan, A. (2018). Sejarah, cara kerja dan manfaat internet of things. Matrix: Jurnal Manajemen Teknologi dan Informatika8(2), 36-41.

[2] https://www.jagoanhosting.com/blog/pengertian-internet-of-things-iot/

[3] Putranto, R. A., dan Dini A. S. 2018.“Perlukah DUnia Pertanian Mengenal Internet of things”. Iribb, 6(2): 29-32.

[4] https://www.postscapes.com/greenhouse-climate-and-control-systems/

RUU Cipta Kerja dan “Nasib” Lingkungan Hidup Perkebunan

Hukum lingkungan merupakan salah satu hal terpenting yang menjadi dasar dan pedoman dari segala pengelolaan lingkungan hidup sehingga harus diperhatikan agar tercapai keberlanjutan lingkungan bagi kesejahteraan manusia. Aspek pengelolaan lingkungan hidup memiliki segi dan cakupan yang sangat luas, diantaranya:

  • Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
  • Penetapan perancangan tata ruang
  • Menerapkan sistem zona dan baku mutu lingkungan
  • Kebijakan pembuatan/penerapan AMDAL (Analisis mengenai Dampak Lingkungan)
  • Perzinan
  • Penegakkan hukum (law enforcement)
  • Pendayagunaan dan pemberdayaan masyarakat, serta
  • Penanggulangan kerusakan lingkungan dan bencana alam

Dalam bidang pertanian khususnya perkebunan, terdapat UU NO 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan yang telah mengatur tata laksana penyelenggaraan usaha perkebunan mulai dari tahap perencanaan hingga peran masyarakat. Namun, dengan adanya RUU Cipta Kerja yang baru-baru ini menjadi perbincangan semua orang, UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan tersebut mengalami beberapa perubahan. Bahkan pasal penting yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup pun dihapuskan.

Pasal 30 RUU Cipta Kerja bidang Pertanian

telah mengubah dan menghapus beberapa pasal penting tentang perlindungan lingkungan. Diantaranya yaitu Pasal 30 Angka 1, Pasal 30 Angka 14, dan Pasal 30 Angka 24.

Pasal 30 Angka 1, merubah Pasal 14 dan menghapus Pasal 14 Ayat 2, menjadi "Penetapan batasan luas minimum dan maksimum penggunaan lahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat tidak wajib mempertimbangkan aspek-aspek yang sebelumnya dianggap penting seperti ketersediaan lahan yang sesuai secara agroklimat, kondisi geografis, dan pemanfaatan lahan berdasarkan fungsi ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang.
Pasal 30 Angka 14, menghapus Pasal 45 yang berisikan ketentuan mengenai kewajiban memiliki izin Lingkungan, kesesuaian RTRW, dan kesesuaian rencana perkebunan sebelum mendapatkan izin usaha perkebunan dihapus.
Pasal 30 Angka 24, menghapus Pasal 68 yang menjelaskan bahwa setelah memperoleh IUP, kewajiban membuat AMDAL, analisis risiko, pemantauan lingkungan hidup, dan kesanggupan penyediaan sarpras penanggulangan kebakaran dihapus.

!!! Pasal 30 Angka 1 !!!
apabila dinyatakan lolos untuk dijadikan Undang-Undang, maka akan berpotensi menimbulkan risiko yaitu pembangunan perkebunan tidak berpotensi lagi memandang daya dukung terhadap lingkungan, karena batas luasan lahan perkebunan dapat mengabaikan ketersediaan lahan, kesesuaian geografis dan agroklimat. Pembangunan perkebunan juga dapat dilakukan masif tanpa menerapkan aspek berkelanjutan, dan dalam jangka panjang dapat merusak lingkungan dan memperburuk luas lahan yang terdegradasi di Indonesia. Selain itu, pembangunan usaha perkebunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan juga dapat merusak keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati.

Pasal 30 Angka 14 merupakan pasal yang MEMBALIK logika hukum lingkungan, dimana izin Usaha Perkebunan dapat diperoleh sebelum memenuhi persyaratan memiliki izin lingkungan, kesesuaian RTRW, dan kesesuaian rencana perkebunan. Dalam pasal ini tidak ada penjelasan batasan waktu untuk pemenuhan syarat-syarat tersebut, artinya pasal ini kembali berpotensi mengabaikan aspek lingkungan! Kelonggaran regulasi terkait izin perusahaan ini dikhawatirkan akan membuat perusahaan perkebunan melepas tanggung jawab atas lingkungan. Jika terjadi eksploitasi lahan yang tidak sesuai dengan kesesuaian tata ruang dan wilayah, dapat menimbulkan berbagai dampak seperti degradasi lahan dan erosi. Dari kedua dampak tadi apabila tidak segera diatasi, yang terjadi selanjutnya adalah bencana banjir dan longsor dapat terjadi dan pada akhirnya memperpanjang deretan masalah lingkungan di perkebunan.

Pasal 30 Angka 24 menghapus kewajiban AMDAL, analisis risiko lingkungan hidup, dan pemantauan lingkungan hidup. Padahal, AMDAL yang outputnya berupa Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dapat dikesampingkan dalam pelaksanaan operasional perkebunan. Apabila hal tersebut benar-benar terjadi, maka lingkungan perkebunan tidak dapat berkelanjutan dan pengusaha perkebunan dapat melepas tanggung jawabnya jika terjadi kerusakan lingkungan! Ya Tuhan…

Memang, pelaksanaan AMDAL memangkas biaya dan waktu yang tidak sedikit, dan apabila tidak dilakukan, maka pembukaan lahan dapat lebih cepat dilakukan dan lingkungan akan terkena dampak buruknya.

Kesimpulan: Tidak teridentifikasi adanya dampak positif terhadap lingkungan jika diberlakukannya RUU Cipta Kerja bidang Pertanian menjadi Undang-Undang.

Justru sebaliknya. Ditemukan banyak pelemahan perlindungan terhadap lingkungan hidup secara sistematis, dimulai dari saat penentuan luasan lahan perkebunan, saat pembuatan izin usaha perkebunan, hingga proses AMDAL pun diabaikan. Oleh karena itu, lebih baik RUU Cipta Kerja ini ditelaah kembali dan pemerintah tidak perlu terburu-buru untuk mengesahkannya jika tidak ingin keberlangsungan lingkungan hidup dan kesejahteraan di Indonesia terancam.

Indasah. 2020. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Hari Pangan dan Hari Tani Sedunia

Tahukah kalian bahwa Hari Pangan diadakan untuk memperingati apa?

Yap! Betul sekali. Pada tanggal 16 Oktober diperingati Hari Pangan yang bertujuan untuk memperingati berdirinya Food and Agriculture Organization pada tahun 1945. Tahun 2020 ini, FAO mengangkat tema Grow, Nourish, Sustain. Together. Seperti yang kita ketahui bahwa makanan merupakan essence dari kehidupan dan pondasi dari komunitas dan kebudayaan yang kita miliki. Adanya Hari Pangan Sedunia yang bertepatan dengan adanya Pandemi Covid-19 ini diharapkan adanya solidaritas global yang membantu kalangan-kalangan yang terdampak pandemi Covid-19 dan guncangan ekonomi sehingga mereka merasa terbantu dan masih dapat bertahan hidup (AAHAHAHAHA NI BINGUNG KATA2NYA)

Tahukah kamu Hari Tani Nasional diperingati setiap tanggal berapa?

Hari Tani Nasional diperingati setiap 24 September yang bertepatan dengan tanggal dimana Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) disahkan. UUPA 1960 merupakan spirit dan menjadi dasar dalam upaya perombakan struktur agraria di Indonesia yang timpang dan sarat akan kepentingan sebagian golongan akibat warisan kolonialisme di masa lalu. Hari Tani Nasional tahun ini mengangkat tema Meneguhkan Reforma Agraria untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan.

KETAHANAN PANGAN? Apa tuh….

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Badan Ketahanan Pangan, 2018).

Ketahanan memiliki pengertian dan konsep yang luas mengikuti perkembangan zaman. Jika konsep ketahanan pangan pada tahun 1980-an berarti adanya akses setiap masyarakat di level individu dan rumah tangga terhadap bahan baku pangan, di masa sekarang (Tahun 2020) ketahanan pangan dimaksudkan bahwa kita sebagai suatu negara mampu untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan pangan di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan yaitu dengan membangun lumbung pangan atau food estate di Kalimantan seluas 700 ribu hektar, dan rencana awal dengan membangun pada 30 ribu hektar lahan gambut. Sebenarnya, proyek food estate ini pernah dilakukan pada mas Orde Baru dengan nama Proyek Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektar dan tidak pernah dilanjutkan hingga sekarang. Saat kursi Presiden Indonesia diduduki oleh Susilo Bambang Yudhoyono, proyek tersebut pernah dilakukan direvitalisasi namun nyatanya hingga saat ini proyek itu tidak selesai dan ditinggalkan.

Kondisi petani saat Pandemi saat ini bagaimana ya?

Pandemi Covid-19 menjadikan segalanya menjadi sangat kompleks. Dalam konteks Indonesia, pandemi ini telah menyebabkan krisis ekonomi, diambang resesi, dan bisa menjadi depresi. Orang-orang mulai kehilangan pekerjaannya, sementara beban dan kebutuhan hidup harus selalu terpenuhi. Itu juga yang membuat petani sebagai produsen pangan ikut terdampak.

Upaya pemerintah dalam mengatasi hal tersebut justru kurang memuaskan publik khususnya petani. Pemerintah lebih mengedepankan konsep ketahanan pangan dan food estate untuk mengatasi ancaman krisis pangan, padahal konsep tersebut sudah terbukti gagal dalam mengatasi krisis pangan global pada tahun 2008 dan menyengsarakan petani.

Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan mengenai Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dikatakan oleh masyarakat bahwa UU tersebut lebih menjatuhkan para buruh dan pekerja karyawan. Tak hanya buruh dan karyawan, para petani, nelayan, dan masyarakat adat Indonesia juga dihadapkan dengan ancaman dari UU Cipta Kerja tersebut. UU ini sangat berpotensi mengancam pelaksanaan reforma agraria dan kedaulatan pangan di Indonesia. Hal tersebut telah dikaji oleh Serikat Petani Indonesia yang dipublikasikan dalam Instagram Serikat Petani Indonesia (@spipetani), yang berisi sebagai berikut:

Sumber : https://www.instagram.com/p/CF7JqQOl4jb/?utm_source=ig_web_copy_link
Sumber : https://www.instagram.com/p/CF4o_tYl2_p/?utm_source=ig_web_copy_link

Jadi kesimpulannya?

Ditengah kondisi pandemi seperti ini, Hari Pangan dan Hari Tani Nasional menjadi sebuah peringatan bagi kita selaku masyarakat Indonesia bahwa pahlawan pangan kita justru harus menghadapi kenyataan pahit dengan adanya food estate dan disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Perlu kita renungkan lagi, sudahkah langkah yang diambil dan kebijakan ini berpihak pada petani, pahlawan pangan kita?

http://www.fao.org/world-food-day/themes/en/

https://spi.or.id/hari-tani-nasional-2020-serikat-petani-indonesia-spi-meneguhkan-reforma-agraria-untuk-mewujudkan-kedaulatan-pangan/

https://kumparan.com/techno-geek/mengenal-ketahanan-pangan-konsep-pengukuran-strategi-1rmKPXzTIWX/full

https://kumparan.com/techno-geek/mengenal-ketahanan-pangan-konsep-pengukuran-strategi-1rmKPXzTIWX/full