Category Archives: Sejarah

Teknologi Data Dalam Bidang Pertanian

Seiring dengan meningkatnya perkembangan teknologi sensori, jumlah data pertanian yang dihasilkan dan perlu dianalisis pun meningkat. Data-data seperti temperatur, kelembaban udara, intensitas matahari, dan lain-lain diakuisisi secara real time sehingga perlu penanganan khusus dalam pengolahan serta analisa data.

Smart Farming merupakan suatu pengembangan metode pertanian yang memanfaatkan Internet of Things (IoT) dan Cloud Computing, dimana data yang diakuisisi dianalisis dan dijadikan landasan dalam sistem pengambilan keputusan secara real time. Pengembangan smart farming tak lepas dari teknologi Big Data. 

Apa itu Big Data?

Big Data menurut Michael Cox dan David Elisworth dalam bukunya yang berjudul Application controlled demand paging for out-of-core visualization (1997) menyatakan bahwa “Visualization provides an interesting challenge for computer systems: data sets are generally quite large, taxing the capacities of main memory, local disk, and even remote disk. We call this the problem of big data” (Narendra, 2015). Berdasarkan pernyataan tersebut,

BIG DATA merupakan kumpulan data yang memiliki ukuran besar dan melebihi kapasitas dari perangkat lunak basis data untuk mengelola dan menganalisanya (Prakarsa dan Subardono, 2017).

Dalam big data terdapat pertumbuhan data dan informasi yang kecepatan variasinya sangat besar. Big data memiliki 3 (tiga) karakteristik yang dikenal dengan sebutan 3V yaitu (1) volume, (2) velositas (kecepatan data mengalir), dan (3) varietas (keberagaman data) dan seiring berjalannya waktu karakteristiknya bertambah menjadi 4V dengan V yang terakhir adalah (4) value. Value berkaitan dengan nilai dan kegunaan dari data yang telah tersedia (Narendra, 2015).

Lalu apa keguanaan Big Data dalam bidang pertanian?

Analisis Big Data memungkinkan mesin (komputer) untuk mempelajari data yang didapat melalui algoritma machine learning ataupun deep learning untuk pengambilan keputusan. Analisis Big Data ini tidak hanya digunakan untuk menganalisis aspek teknis dari sistem pertanian, namun juga dapat dikembangkan untuk menganalisis aspek sosio ekonomi dari sistem pertanian.

Data chain merupakan serangkaian aktivitas mulai dari pengambilan data hingga pengambilan keputusan dan data marketing. Data chain mencakup segala aktivitas yang dibutuhkan untuk mengelola data untuk manajemen lahan pertanian. Pemrosesan data melalui tahapan data chain ditujukan agar pengelolaan data yang besar dapat dilakukan secara sistematis dan bertahap sehingga hasil analisis dapat membantu proses pengambilan keputusan.

Gambar 1. Data Chain dalam aplikasi Big Data

Teknologi Big Data dalam Pertanian

Petani merupakan ujung tombak pembangunan pertanian yang memiliki peran sangat penting bagi keberlangsungan pertanian. Berbagai teknologi pertanian yang ada, tidak akan bermanfaat apabila petani tidak menggunakannya. Dengan Big Data petani dapat memiliki data terperinci mulai dari kondisi lingkungan, kondisi tanah, hasil panen, hingga harga komoditas pertanian. Teknologi Big Data diharapkan dapat menjadikan pertanian lebih maju dengan membantu petani dalam mengambil keputusan yang tepat dari data yang telah dianalisis.

Analisis Big Data memiliki manfaat dalam bidang pertanian dengan memberikan gambaran dan prediksi dari data yang telah didapatkan, seperti prediksi hasil panen, model kebutuhan pakan ternak, dll. Analisis big data juga dapat melaksanakan operasi perangkat melalu IoT secara real time, serta membantu dalam penyusunan ulang model bisnis yang lebih efektif, efisien, serta inovatif.

Gambar 2. Manajemen Data dalam Sistem Smart Farming

Peluang dan Tantangan di Masa Depan

Di era ini, perjalanan berkembangnya teknologi data menimbulkan berbagai isu dan resiko. Tantangan dalam big data mencakup masalah heterogenitas dan ketidaklengkapan, skala data, dan ketepatan waktu. Masalah lain yang juga muncul di antaranya kurangnya struktur, penanganan kesalahan, visualisasi, serta privasi. Beberapa resiko yang dimiliki big data yaitu:

  • Data Security(keamanan data),
  • Data Privacy (privasi data sensitif),
  • Cost(biaya pengumpulan data),
  • Bad Analytics (salah menafsirkan data), dan
  • Bad Data (data tidak relevan atau keliru) (Syafira dan Irwansyah, 2018).

Secara umum, teknologi data juga menimbulkan isu keberlanjutan dari integrasi sumber data, semakin banyak sumber data yang digunakan maka akan semakin sulit pula untuk mengintegrasikan data-data tersebut. Sehingga menjadi tantangan untuk keberlanjutannya dalam jangka panjang. Isu lainnya yaitu keterbukaan platform yang dapat membuka pintu bagi pengembangan solusi dan inovasi di tingkat petani. Pemberdayaan petani melalui penetrasi teknologi menjadi suatu tantangan besar yang harus dihadapi.

Data merupakan sumber kekuatan dalam pengambilan keputusan. Dalam bidang pertanian, aplikasi teknologi data sangat menjanjikan di masa yang akan datang. Meskipun saat ini masih dalam proses pengembangan dan terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi, semoga teknologi ini dapat segera diterapkan dan dirasakan manfaatnya oleh para petani.

Nah, menarik sekali kan! Bayangkan jika pertanian dan segala aspeknya dapat ditinjau tanpa perlu melakukan analisis data satu-persatu secara manual. Tentunya pengambilan keputusan oleh petani mengenai apa yang akan dilakukan terhadap sistem pertaniannya kemudian akan lebih terarah, berdasar, dan sesuai dengan data sehingga lebih akurat. Maka dari itu, dalam menyongsong Pertanian 4.0, pengetahuan dan penguasaan petani milenial dalam Big Data bukan lagi hanya pilihan, melainkan menjadi suatu keharusan.

Referensi:

Narendra, A. P. 2015. “Data Besar, Data Analisis, dan Pengembangan Kompetensi Pustakawan”. Record and Library Journal. 1(2): 83-93.

Prakarsa, B., dan Subardono, A. 2017. “Implementasi Big Data Pada Data Transaksi Tiket Elektronik Bus Rapid Transit (BRT)”. CITEE, 370-376.

Syafrina, A. E., dan Irwansyah. 2018. “Ancaman Privasi Dalam Big Data”. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 22(2): 132-143.

Wolfert,S., Ge, L., Verdouw, C., dan Bogaardt, M. J. 2017. “Big Data in Smart Farming – A Review”.  Agricultural Systems, 153(1): 69-80.

Hari Pangan dan Hari Tani Sedunia

Tahukah kalian bahwa Hari Pangan diadakan untuk memperingati apa?

Yap! Betul sekali. Pada tanggal 16 Oktober diperingati Hari Pangan yang bertujuan untuk memperingati berdirinya Food and Agriculture Organization pada tahun 1945. Tahun 2020 ini, FAO mengangkat tema Grow, Nourish, Sustain. Together. Seperti yang kita ketahui bahwa makanan merupakan essence dari kehidupan dan pondasi dari komunitas dan kebudayaan yang kita miliki. Adanya Hari Pangan Sedunia yang bertepatan dengan adanya Pandemi Covid-19 ini diharapkan adanya solidaritas global yang membantu kalangan-kalangan yang terdampak pandemi Covid-19 dan guncangan ekonomi sehingga mereka merasa terbantu dan masih dapat bertahan hidup (AAHAHAHAHA NI BINGUNG KATA2NYA)

Tahukah kamu Hari Tani Nasional diperingati setiap tanggal berapa?

Hari Tani Nasional diperingati setiap 24 September yang bertepatan dengan tanggal dimana Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) disahkan. UUPA 1960 merupakan spirit dan menjadi dasar dalam upaya perombakan struktur agraria di Indonesia yang timpang dan sarat akan kepentingan sebagian golongan akibat warisan kolonialisme di masa lalu. Hari Tani Nasional tahun ini mengangkat tema Meneguhkan Reforma Agraria untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan.

KETAHANAN PANGAN? Apa tuh….

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Badan Ketahanan Pangan, 2018).

Ketahanan memiliki pengertian dan konsep yang luas mengikuti perkembangan zaman. Jika konsep ketahanan pangan pada tahun 1980-an berarti adanya akses setiap masyarakat di level individu dan rumah tangga terhadap bahan baku pangan, di masa sekarang (Tahun 2020) ketahanan pangan dimaksudkan bahwa kita sebagai suatu negara mampu untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan pangan di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan yaitu dengan membangun lumbung pangan atau food estate di Kalimantan seluas 700 ribu hektar, dan rencana awal dengan membangun pada 30 ribu hektar lahan gambut. Sebenarnya, proyek food estate ini pernah dilakukan pada mas Orde Baru dengan nama Proyek Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektar dan tidak pernah dilanjutkan hingga sekarang. Saat kursi Presiden Indonesia diduduki oleh Susilo Bambang Yudhoyono, proyek tersebut pernah dilakukan direvitalisasi namun nyatanya hingga saat ini proyek itu tidak selesai dan ditinggalkan.

Kondisi petani saat Pandemi saat ini bagaimana ya?

Pandemi Covid-19 menjadikan segalanya menjadi sangat kompleks. Dalam konteks Indonesia, pandemi ini telah menyebabkan krisis ekonomi, diambang resesi, dan bisa menjadi depresi. Orang-orang mulai kehilangan pekerjaannya, sementara beban dan kebutuhan hidup harus selalu terpenuhi. Itu juga yang membuat petani sebagai produsen pangan ikut terdampak.

Upaya pemerintah dalam mengatasi hal tersebut justru kurang memuaskan publik khususnya petani. Pemerintah lebih mengedepankan konsep ketahanan pangan dan food estate untuk mengatasi ancaman krisis pangan, padahal konsep tersebut sudah terbukti gagal dalam mengatasi krisis pangan global pada tahun 2008 dan menyengsarakan petani.

Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan mengenai Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dikatakan oleh masyarakat bahwa UU tersebut lebih menjatuhkan para buruh dan pekerja karyawan. Tak hanya buruh dan karyawan, para petani, nelayan, dan masyarakat adat Indonesia juga dihadapkan dengan ancaman dari UU Cipta Kerja tersebut. UU ini sangat berpotensi mengancam pelaksanaan reforma agraria dan kedaulatan pangan di Indonesia. Hal tersebut telah dikaji oleh Serikat Petani Indonesia yang dipublikasikan dalam Instagram Serikat Petani Indonesia (@spipetani), yang berisi sebagai berikut:

Sumber : https://www.instagram.com/p/CF7JqQOl4jb/?utm_source=ig_web_copy_link
Sumber : https://www.instagram.com/p/CF4o_tYl2_p/?utm_source=ig_web_copy_link

Jadi kesimpulannya?

Ditengah kondisi pandemi seperti ini, Hari Pangan dan Hari Tani Nasional menjadi sebuah peringatan bagi kita selaku masyarakat Indonesia bahwa pahlawan pangan kita justru harus menghadapi kenyataan pahit dengan adanya food estate dan disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Perlu kita renungkan lagi, sudahkah langkah yang diambil dan kebijakan ini berpihak pada petani, pahlawan pangan kita?

http://www.fao.org/world-food-day/themes/en/

https://spi.or.id/hari-tani-nasional-2020-serikat-petani-indonesia-spi-meneguhkan-reforma-agraria-untuk-mewujudkan-kedaulatan-pangan/

https://kumparan.com/techno-geek/mengenal-ketahanan-pangan-konsep-pengukuran-strategi-1rmKPXzTIWX/full

https://kumparan.com/techno-geek/mengenal-ketahanan-pangan-konsep-pengukuran-strategi-1rmKPXzTIWX/full

MEMPERINGATI HARI TANI NASIONAL DAN HARI KRIDA PERTANIAN

-Apresiasi Bagi Para Pahlawan Pangan-

KASURA 1.0 | HIMAREKTA ‘Agrapana’ ITB

Hari Tani Nasional 

Hari Tani Nasional merupakan bentuk peringatan dalam mengenang sejarah perjuangan kaum petani serta membebaskannya dari penderitaan. Hari Tani Nasional dirayakan setiap tanggal 24 September sebagai pengingat ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).   

Hari Krida Pertanian 

Hari Krida Pertanian merupakan hari besar yang diperingati setiap tanggal 21 Juni oleh Masyarakat Pertanian Indonesia. Penetapan ini didasarkan atas pertimbangan dari segi         astronomis dimana pada tanggal tersebut matahari berada pada garis 23,50 lintang utara. Posisi ini menyebabkan terjadinya pergantian iklim seiring dengan perubahan-perubahan usaha pertanian, termasuk kegiatan panen untuk sejumlah komoditas pertanian. Maka dari itu bulan Juni merupakan bulan penting bagi para pelaku usaha pertanian. 

Memaknai Hari Tani Nasional dan Krida Pertanian

Peringatan Hari Tani Nasional dan Krida Pertanian  memiliki makna untuk mengenang sejarah perjuangan kaum petani. Hari ini menjadi tonggak sejarah bangsa dalam memandang arti penting petani  dan hak kepemilikan atas tanah, serta keberlanjutan agraria di Indonesia.

Kesejahteraan petani 

Sebagai negara agraris, proporsi terbesar penduduk Indonesia berada di sektor          pertanian. Pelaksanaan pembangunan perekonomian nasional, pedesaan, dan perkotaan juga telah banyak menunjukkan peningkatan. Namun masalah kemiskinan masih belum terpecahkan. Faktanya banyak orang kaya yang berasal dari petani dan banyak orang miskin yang juga dari petani. Kegiatan pembangunan telah berhasil meningkatkan produksi pertanian namun belum cukup mampu meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, dan penanggulangan kemiskinan di pedesaan (Rachmat,2013). 

Untuk menilai perkembangan kesejahteraan petani, diperlukan alat ukur atau indikator. Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan petani  adalah Nilai Tukar Petani(NTP) atau Farmer Terms of Trade(FTT).Nilai NTP dihitung darirasio harga yang diterima petani dan harga yang dibayar petani, sehingga NTP dinilai menggambarkan ukuran kemampuan daya beli/daya tukar petani terhadap barang yang dibeli  oleh petani (Rachmat,2013).   

Permasalahan yang Berhubungan dengan Kesejahteraan Petani A. Permodalan 

Masalah permodalan merupakan permasalahan paling mendasar yang sering dihadapi         petani. Keterbatasan modal membuat kuantitas dan kualitas hasil yang didapat petani menjadi tidak maksimal. Masalah permodalan yang sering dihadapi petani meliputi:

1.Kesulitan Terhadap Prosedur Peminjaman yang Rumit

Banyak petani yan menganggap prosedur peminjaman ke bank itu rumit, sehingga kebanyakan petani kecil telah termindset apabila ingin mudah pinjam kepada rentenir saja

Solusi : Prosedur butuh didampingi oleh dinas pertanian dan dapat diakses online sehingga petani kecil lebih merasa lebih terjamin. Sebagai mahasiswa, bisa bekerjasama dengan bidang keilmuan lain untuk membuat platform/aplikasi yang prosedurnya tidak rumit sehingga petani-petani keciil lebih mudah mengasksesnya

  • Rendahnya jumlah petani yang mengakses kredit dan asuransi

Petani sebenarnya telah bisa mengakses berbagai platform untuk membantu dalam masalah permodalan. Masalahnya kebanyakan petani-petani kecil masih belum menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut

Solusi : Sebenarnya asuransi bagi petani sudah ada termasuk asuransi apabila petani kecil tersebut mengalami gagal panen. Subsidi pupuk, benih dan pestisida sebenaranya juga sudah banyak dilakukan pemerintah. Sehingga dibutuhkan feedback anatar petani dan pemerintah tersebut. Sebagai mahasiswa,misal mahasiswa yang himpunannya memiliki desa binaan bisa membantu sosialisasi kepada masyarakat petani terkait fasilitas-fasilitas yang sudah diberikan kepada pemerintah

  • Rendahnya tingkat kepercayaan bank.

Kebanyakan bank tidak mau meminjamkan modal kepada petani kecil karena petani tidak memiliki jaminan untuk mengembalikan uang.

Solusi : Melakukan sosialisasi dan  mempertemukan peminjam modal dan petani kecil sehingga mampu menemukan titik tengah petani dan pemberi modal. Pemodal lebih yakin kalau petani memiliki jaminan.

Kesimpulan : Petani membutuhkan akses permodalan yang cepat,mudah dan berpihak kepada petani.

  • Kondisi Lahan 

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 telah mengatur hukum agraria. Dalam UndangUndang ini menyatakan, peruntukan penggunaan bumi untuk keperluan pertanian lebih didahulukan daripada untuk keperluan perkembangan industri, transmigrasi, dan pertambangan. Namun realitanya lahan pertanian dan sawah irigasi pada tahun 2017 mengalami penurunan dari tahun 2016 dikarenakan :

1. Alih Fungsi Lahan

Permasalahan dari lahan hutan menjadi pertanian, dan dari lahan pertanian menjadi lahan industri/perumahan

Solusi : Harus memperhatikan fungsi dan tujuan masing-masing lahan tersebut. Setelah itu dilakukan evaluasi lahan terkait kemampuan dan kesesuaian lahan apakah cocok dengan lahan hutan,pertanian maupun industri. Pemangku kebijakan juga memiliki peran penting terkait permasalahan ini khusunya dalam mengatur RUU pertanahan dan UUPA 1960

  • Penguasaan lahan

Penguasaan lahan yang tidak sebanding antara petani gurem (kurangdari 0,5 Ha) dan petani besar ataupun perusahaan perkebunan memberikan kesenjangan sosial. Solusi : Penegakan UU Agraria dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil. UUPA 1960 peraturannya masih dianggap general, belum ada peraturan khusus karena UUPA hanya menyalin perpres. Sehingga pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam kebijakan permasalahan penguasaan lahan.

  • Saluran irigasi

Kurangnya pembangunan saluran irigasi dan banyaknya saluran irigasi yang rusak mengakibatkan menurunya daya dukung bagi pertanian. Kerusakan ini diakibatkan karena erosi, kerusakan DAS, dan kurangnya pemeiharaan 

  • Iklim dan cuaca. 

Perubahan iklim dan cuaca yang tidak beraturan mengakibatkan banyak usaha tani yang mengalami kegagalan panen akibat banyaknya produk pertanian yang terserang hama dan penyakit, hasil panen busuk dan lain sebagainya

  • Teknologi 

Teknologi pertanian di Indonesia sudah berkembang dari proses produksi di hulu           hingga  hilir. Berbagai macam prototipe alat dan mesin pertanian telah     dihasilkan oleh Kementerian Pertanian. Di era revolusi industri 4.0, petani dituntut untuk memanfaatkan teknologi digital dalam mengelola usahatani nya. Namun akses terhadap teknologi yang terbatas dan minimnya pengetahuan menyebabkan petani sulit untuk menyesuaikan diri dengan teknologi yang ada Namun petani-petani kecil masih memiliki kendala  dalam mengakses teknologi tersebut, mulai dari :

  1. Kendala biaya yang dirasa mahal

Banyak petani kecil yang terkendala dana dalam menggunakan teknologi untuk mengembangkan usahanya. Selain permodalan, produk yang keluar tidak mempertimbangkan penggunanya. Contohnya harus menggunakan smartphone dll, sehingga teknologi belum tepat sasaran.

  • Kurangnya kapabilitas petani untuk memanfaatkan teknologi

Kebanyakan petani kecil masih buta terhadap teknologi, walaupun demikian sekarang banyak anak muda yang tertarik untuk berkecimpung di bidang pertanian.  Permasalahan yang perlu ditekankan disini adalah banyaknya teknologi dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah belum tepat guna dan tepat sasaran. Sensor belum dipakai karna petani belum dapat menjangkau teknologi tersebut. masalah lain adalah petani kebanyakan di daerah pedalaman, ada masalah di jaringan. Ketika anak muda yg mempunyai ide/teknologi, kendalanya adalah menganggap hanya selesai disitu. tidak ada pengawasan dan pembinaan secara terus menerus. Contoh kita kasih screen house kepada petanu, saat dicek beberapa waktu kemudian, malah ditinggalkan oleh petani tersebut karena ada kebingungan ditengah-tengah prosesnya. Teknologi yang dihadirkan tidak tepat sasaran, bandingkan saja dengan aset yang dimiliki oleh petani kecil. Sensor, tidak bisa dimanfaatkan sepenhnya dan kurang tepat untuk permasalahan saat ini. Akar masalah adalah bagaimana ketika penyelenggaraan bantuan dari pemerintah tidak menyerap keluh kesah masyarakat.

Solusi : 

  1. Pemerintah mengadakan P4S untuk mencerdaskan dan memberdayakan petani yang primitif sehingga kita bisa mengarahkan petani bukan menyalahkan apabila terjadi kesalahan
  2. Dilakukan pembinaan secara rutin.
  3. Butuh teknologi yang ilmu dasar dan cara kerjanya mudah dipahami. Di Indonesia kita terlalu memahami bagian cabang, bukan akarnya. Padahal yang penting adalah di akar masalahnya

KESIMPULAN :

Semua permasalahan terkait kesejahteraan petani tidak semua bisa disamaratak

Kesejahteraan tiap individu petani tentu berbeda tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Solusi yang mudah diterapkan, cepat dan berpihak kepada petani tentu akan menjadi solusi yang terbaik. “Petani adalah Pahlawan Pangan”. Pahlawan yang memberi kita makan dan membantu menjaga keberlangsungan hidup di bumi. Sebuah langkah kecil dan mudah diterapkan akan berdampak terhadap kesejahteraan petani, walaupun hal tersebut tidak langsung dirasakan oleh petani tersebut. Apresiasi kecil yang bisa kita lakukan adalah dengan menghabiskan makanan dan tidak membuang-buangnya. Terlepas dari permasalahan modal,lahan maupun teknologi sebuah apresiasi ini penting agar jasa Pahlawan Pangan ini tidak begitu saja dilupakan.

Referensi: 

Hasil Kajian KASURA 1.0 (Kajian Seru Agrapana) bersama massa kampus

Dewi,I.A.L.,dan Sarjana, I.M.2015.”Faktor-Faktor Pendorong Alihfungsi Lahan Sawah       Menjadi Lahan Non-Pertanian”.Jurnal Manajemen Agribisnis  , 3(2).163-171.

Supriatna,A.2003.”Aksesibilitas Petani Kecil Pada Sumber Kredit Pertanian di Tingkat Desa: Studi Kasus Petani Padi di Tingkat Desa”.Balai BPPTP Badan Litbang Pertanian  , 1(1): 1- 15

 

Apa Kabar Cibacang?

Masih ingat dengan Desa Binaan HIMAREKTA “Agrapana” ?

Yap benar! Jawabannya adalah Desa Cibacang.

Saat ini HIMAREKTA “Agrapana” ITB sedang membantu Desa Cibacang dalam pembangunan UPH (Unit Production House) yang mendapat bantuan dana dari CSR Paragon, dana tersebut telah diberikan secara langsung kepada A Sandi (sekretaris kelompk tani Mekar Barokah). UPH ini dilakukan karena panen raya kopi akan dilaksanakan pada bulan April-Mei. Selain itu, UPH akan dijadikan tempat produksi kopi mulai dari biji hingga menjadi cherry. Produksi kopi ini dibantu dengan mesin huller dan pulper yang selama ini ditempatkan di beberapa rumah warga saja.

Kondisi UPH saat ini

Pencetusan ide UPH dilakukan saat musyawarah rutin yang dilakukan kelompok tani Mekar Barokah. Dalam muswarah tersebut terdapat dua pilihan lokasi UPH, yaitu di dekat lapangan voli dan depan GSG. Meninjau hal tersebut, dilakukan pertemuan antara tim PHBD dengan ketua kelompok tani (Pak Yayat), sekretaris (A Sandi), dan Humas (Pak Ahri) untuk membicarakan pembangunan UPH lebih lanjut. Selanjutnya, tim PHBD melakukan survey di kedua lokasi, mendesain, dan menghitung RAB.

Lokasi Pembangunan UPH

Akhirnya diputuskan bahwa lokasi UPH berada di depan GSG. Pembangunan UPH diawali dengan perataan jalan, pembangunan kontruksi, pemindahan rumah hibah (untuk dinding dan atap), pembuatan jalur pembuangan limbah, dan pembuatan bak pencucian. Hingga saat ini, pembangunan UPH yang masih dikerjakan adalah pembuatan bak pencucian. Namun dalam pembangunan UPH ini terdapat kendala, yaitu dalam pengerjaan tiap harinya hanya dilakukan oleh 3 orang dalam waktu singkat.

Kerja bakti pembangnan UPH

Lalu bagaimana dengan rencana ke depannya?

Timeline Pembangunan UPH 2019

HIMAREKTA “Agrapana” ITB akan melakukan mediasi dan sosialisasi program ke warga Desa Cibacang. Selain itu, mari kita lakukan social mapping dan sampai jumpa di kabar Desa Cibacang selanjutnya!

Himpunan Mahasiswa Rekayasa Pertanian “Agrapana” ITB

HIMAREKTA “Agrapana” ITB merupakan himpunan jurusan Rekayasa Pertanian yang mewadahi mahasiswanya  sebagai sarana belajar, berkarya serta mengaplikasikan Tridharma Perguruan Tinggi. Adapun makna dari kata Agrapana adalah sumber hidup yang utama, yang diambil dari bahasa sansekerta. Kata Agrapana menunjukkan bahwa mahasiswa program studi Rekayasa Pertanian ITB merupakan insan mulia yang dapat menjadi pelaku utama atau tokoh penting dalam kehidupan.  Agrapana ITB didirikan dan mulai aktif pada tanggal 11 April 2015. Himpunan ini berlokasi di Kampus ITB Jatinangor.

Lambang HIMAREKTA "Agrapana" ITB
Lambang HIMAREKTA “Agrapana” ITB